Jumat, 30 November 2018

Warm Voice, Cold Heart - Bagian Kelima


“Selamat pagi!”
“Selamat pagi, Pak!”
“Bagus juga semangat kalian pagi ini. Sudah siap bercerita?”
Mendengar pertanyaan itu, Abdul seketika berteriak, “Titis siap cerita, Pak!”

“Titis, mana anaknya? Silahkan maju.”

Baiklah, aku harus membacakan cerita yang telah kususun semalam. Tanpa basa-basi, aku segera maju dan membaca

Selasa, 10 April 2018

Warm Voice, Cold Heart - Bagian Keempat


Di tengah lamunanku, terdengar dering ponsel. Ah, ternyata telepon dari Bapak. Rupanya sudah beberapa hari aku tidak berkirim kabar dengannya.

“Halo Pak, sugeng sonten.”
“Halo le, lagi ngopo? Bapak ganggu nggak”
“Oh, mboten kok Pak. Kangen anake to Pak?”
“Hahahaha ho’oh le. Pirang dina kowe nggak telpon, nggak SMS, nggak WA Bapak Ibu.”
Ngapunten Pak, Titis beberapa hari ini sibuk e. Habis kuliah, malemnya latihan paduan suara.”
“Oalah, pancen anak’e Bapak Ibumu tenan kok kowe iki le. Nyanyiiiiiii terus ning endi-endi. Oh iyo le, akhir minggu iki balik Pandaan yo.

Minggu, 21 Januari 2018

Warm Voice, Cold Heart - Bagian Ketiga

Aku masih berada di depan gerbang Universitas Kota Lama. Rasanya malas untuk beranjak, hingga aku memutuskan untuk on bid. Sambil menunggu order, aku memilih memasangkan earphone ke telingaku, mendengarkan lagu secara shuffle dari ponselku. Lalu terputar sebuah lagu berjudul Wanita, yang dinyanyikan oleh Afgan. OST film Soekarno. Kupikir, syahdu juga. Berteduh di bawah pohon, dan secara tidak sengaja ditemani lagu ini. 

Tepat setelah lagu selesai, ponselku berdering, pertanda ada order masuk. Setelah kulihat, lokasi penjemputan di gerbang Universitas Kota Lama.

Minggu, 27 Agustus 2017

Warm Voice, Cold Heart - Bagian Kedua


“Eh, Titis, Brian. Piye kabare? Sehat? Lama nggak ketemu ya.”

“Baik kok, Pak. Ini lho, Titis kangen makan bakso.”

“Iya Pak, aku kangen. Bikinin semangkok kayak biasa ya, Pak.”

“Siap, le! Brian pesen apa?”

“Campur Pak, semuanya sebiji-sebiji.”

Sudah tiga minggu aku tak menyantap bakso buatan Pak Ridho ini.

Minggu, 13 Agustus 2017

Warm Voice, Cold Heart - Bagian Pertama



“Tis, nanti ada latihan jam 7 malam. Jangan lupa.”, Tulis Brian dalam pesan singkatnya untukku.

Ah, sejujurnya aku sedang malas untuk datang latihan, tapi pasti Mas Adi akan mencariku dan memberiku hukuman. Oh, hai. Aku, Robertus Gemuruh Parangtritis, dan orang biasa memanggilku dengan panggilan Titis. Nama yang unik, bukan? Ya, kedua orang tuaku sangat menyukai suasana Pantai Parangtritis –terutama gemuruh ombaknya- sehingga putra pertamanya diberi nama seperti ini.

Aku pun bergegas menuju kamar dan berganti pakaian. Kulihat jam dinding di atas meja belajar, dan aku masih punya waktu 32 menit untuk menuju tempat latihan. Inikah saatnya bermalas-malasan? Toh aku hanya perlu waktu 10 menit untuk mencapai tempat latihan. Dan tak lama kemudian, ponselku berdering karena sebuah pesan singkat.

Jumat, 26 Mei 2017

The Grandson's Note: Mbahdok Sampun Ditimbali Gusti


Inilah sebuah cerita, tentang aku dengan nenekku, Ibunda dari Ibuku.

Jumat, 17 Maret 2017. Aku pulang ke Pandaan, dengan menitipkan motorku di Terminal Arjosari, lalu naik bus. Memang agak aneh, mengingat aku terbiasa mengendarai Black Angel (re: Revo 110 ‘09) dari Malang ke Pandaan. Ya, aku memang memilih menggunakan bus, agar motorku mendapat penjagaan di Malang. Tak berhenti di situ, di hari yang sama aku masih harus menggunakan moda transportasi yang sama, untuk pergi ke Klaten. Kali ini, bukan liburan. Aku dan orang tua serta kedua adikku akan mengikuti Misa 1 tahun wafatnya Mbahkung Slamet (lihat tulisanku untuk Mbahkung Slamet disini). 

Pagi harinya, aku telah sampai di Klaten. Seperti biasa, aku menginap di rumah keluarga Ibu, mengingat rumah keluarga Ibu lebih mudah diakses karena berada di pinggir jalan yang dilalui bus antar kota. Dengan beberapa tugas yang belum bisa kuselesaikan, aku memilih menyibukkan diriku. Sedangkan Ibu dan adik

Selasa, 10 Mei 2016

SNMPTN: Antara Masa Depan dan Nama Sekolahan

Selamat malam gaes, apa kabar? Gimana sekolahnya, kuliahnya, UNnya, SNMPTNnya? Tulisan kali ini temanya soal SNMPTN. Iya, SNMPTN, yang pengumumannya baru aja kemaren. Oke deh, gausah banyak  basa-basi lagi. Ini menarik loh, kenapa?

Faktanya, nggak semua siswa kelas 12 yang lolos SNMPTN itu seneng. Ada yang biasa aja, atau bahkan ada yang sedih, meskipun berhasil lolos dan menyisihkan banyak siswa kelas 12 yang lainnya. Bahkan, tidak semua siswa kelas 12 mendapatkan kesempatan untuk mengikuti SNMPTN, kan? Nggak selayaknya mereka sedih. Mestinya mereka bahagia, karena untuk di sekolah terakreditasi A aja deh, mereka berhasil menyisihkan 25% dari teman seangkatan mereka, karena kuota SNMPTN untuk sekolah terakreditasi A adalah 75% dari total siswa kelas 12.

Trus, kita bahas yang ga keterima dulu nih.